akses.co – Tim Advokasi Pers Sumut dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Aidil Aditya mengatakan, sejak kasus penganiayaan jurnalis Array A Argus dengan terdakwa Prajurit Satu (Pratu) Rommel Sihombing diproses, terdapat banyak kejanggalan. Mulai dari maladministrasi, hingga hilangnya pasal Undang-undang Pers No 40 tahun 1999.
“Setelah kami memantau persidangan ini dari awal hingga jalannya tuntutan, sidang yang digelar terkesan seremonial belaka. Esensi untuk menegakkan keadilan terhadap korban masih jauh dari rasa keadilan,” kata Aidil, Senin (31/7/2017).
Baca: Personel TNI AU Penganiaya Jurnalis Hanya Dituntut 6 Bulan Penjara
Dia juga mempertanyakan keseriusan oditur militer yang menyidangkan perkara tersebut. Ada indikasi, baik oditur militer maupun Pengadilan Militer I Medan terkesan melindungi terdakwa, Pratu Rommel Sihombing. Bahkan, Aidil mensinyalir sidang ini sudah “dikondisikan” untuk meringankan hukuman terdakwa.
“Pada 25 Juli lalu pihak pengadilan militer menyatakan sidang ditunda tanggal 31 Juli karena hakim tidak ada. Lalu, kenapa sidang digelar secara diam-diam pada 25 Juli. Lantas ini apa namanya?” kata Aidil. Dia mengatakan tidak salah jika masyarakat beranggapan bahwa penegakan hukum di Pengadilan Militer I dijalankan tidak secara profesional. Sebab, banyak kejanggalan yang muncul mulai dari proses penyelidikan hingga proses persidangan.
“Ini contoh kecilnya saja. Seperti halnya UU Pers yang tidak dimuat dalam dakwaan. Kemudian, barang bukti yang tidak lengkap,” kata Aidil.
Harusnya kata dia, kalau oditur itu mengatakan tidak berpihak pada terdakwa, UU Pers itu harus dibuat dalam dakwaan. Kemudian, saksi ahli dari Dewan Pers juga perlu dihadirkan. “Pelarangan dan pembungkaman terhadap seorang jurnalis yang tengah melakukan peliputan itu ada ancaman pidananya. Jadi tidak sembarangan mereka melarang, bahkan melakukan tindak kekerasan terhadap seorang jurnalis yang tengah melakukan peliputan itu ada ancaman pidananya. Jadi tidak sembarangan mereka melarang, bahkan melakukan tindak kekerasan terhadap jurnalis,” ungkap Aidil.
Untuk itu dia mendesak agar Panglima TNI menyikapi bobroknya peradilan di Pengadilan Militer I Medan. Jika dibiarkan terus, tentu tidak akan tercipta rasa keadilan di tengah masyarakat. “Panglima TNI harus tahu masalah ini. Jangan seolah-olah tutup mata. Kalau ini dibiarkan, tentu citra baik yang sudah terbangun di tengah masyarakat akan runtuh karena persoalan bobroknya penegakan hukum di kalangan TNI itu sendiri,” pungkas Aidil. (sam)