26.7 C
Medan
Jumat, 29 Maret 2024

Prof Andi Hamzah Dukung Revisi UU KPK

Menarik untuk dibaca

Redaksi
Redaksihttps://www.akses.co/
Redaktur berita di https://www.akses.co
- Advertisement -[the_ad_placement id="artikel-bawah-judul-diatas-teks"]

MEDAN, akses.co – Wacana revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah hal yang wajar. Revisi UU KPK bukan melemahkan KPK namun Justru meluruskan KPK sesuai asas hukum yang berlaku.

Menurut dia, pembahasan revisi UU KPK sudah memenuhi unsur yuridis, filosofis, dan sosiologis.

“Karena sejak 2002 dipraktikkan UU itu, dalam praktiknya ada yang tidak sesuai, ada kurang pas di lapangan,” papar pakar hukum pidana Prof. Dr. Jur. Andi Hamzah, SH, MH (Guru Besar Hukum Pidana di Universita Tri Sakti) Sekaligus Dosen Pascasarjana Ilmu Hukum di Universitas Indonesia, di ruang kerjanya.

Menurut dia, dari aspek filosofis, revisi UU tersebut akan mengembalikan maruah dan jati diri ketika dibentuknya KPK sebagai lembaga yang fokus menangani permasalahan korupsi.

Andi Hamzah juga mengkritisi kewenangan penyadapan KPK. Saat ini, KPK boleh melakukan penyadapan tanpa izin dari pengadilan. Berbeda dengan pihak dari Kejagung dan Polri. Jadi, KPK harusnya tidak mensupervisi Kejaksaan dan Kepolisian, karena itu justru membuat KPK menjadi lembaga superbody.

Jika ditinjau dari peran supervisi yang dimiliki KPK, kata Andi Hamzah, apabila menemukan ada indikasi praktik korupsi, KPK seharusnya mengutamakan koordinasi dengan lembaga terkait. Kemudian apabila masih ditemukan ‘permainan’ setelah dilakukan koordinasi, maka KPK dapat melakukan penindakan, mengingat, tugas utama KPK adalah koordinasi, supervisi, baru penindakan. Jadi, KPK harus bertanggung jawab terhadap presiden dan DPR.

Kemudian, dari aspek sosiologis, Andi Hamzah menyebut, saat ini tidak seluruh suara masyarakat memberikan dukungan kepada KPK. Sebab, hal itu dapat dilihat dari respons masyarakat yang pro dan kontra terkait pembahasan revisi UU KPK.

Sedangkan dari aspek yuridis, Andi Hamzah menuturkan bahwa dapat dilihat dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal uji materi UU KPK. Dalam putusan itu disebutkan bahwa KPK adalah lembaga independen cabang kekuasaan eksekutif yang menangani permasalahan korupsi.

Revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang diajukan Badan Legislasi (Baleg) DPR telah disetujui menjadi RUU inisiatif DPR pada sidang paripurna pada 5 September 2019. Baleg akan mempercepat pembahasan revisi itu, sehingga bisa selesai sebelum masa jabatan anggota DPR periode 2014-2019 habis.

Beberapa poin revisi UU KPK menyangkut beberapa hal, antara lain mengenai kedudukan KPK disepakati berada pada tingkat eksekutif atau pemerintahan, status para pegawai KPK, pembentukan dewan pengawas, kewenangan penyadapan KPK dilakukan setelah mendapat izin dari dewas, dan KPK harus menghentikan penyidikan dan penuntutan kasus korupsi yang tidak selesai dalam satu tahun atau dengan menerbitkan SP3. (rel/ar)

- Advertisement -[the_ad_placement id="iklan-diabwah-artikel"]

Berita Selanjutnya

[gs-fb-comments]

Berikan Komentar anda

- Advertisement -[the_ad_placement id="sidebar-1"]

Juga banyak dibaca