32.8 C
Medan
Sabtu, 27 April 2024

ABRI-1 Berikan Pembekalan Pendidikan Politik di Ponpes Ta’allamul Huda

Menarik untuk dibaca

Redaksi
Redaksihttps://www.akses.co/
Redaktur berita di https://www.akses.co
- Advertisement -[the_ad_placement id="artikel-bawah-judul-diatas-teks"]

BREBES, aksesco.id – Road show ABRI-1 (Anies Baswedan Rakyat Indonesia Bersatu) bersilaturahmi sekaligus memberikan pembekalan pendidikan politik bagi santri/santriwati Pondok Pesantren Ta’allamul Huda, Desa Ganggawang, Kecamatan Salem, Kabupaten Brebes, Selasa (24/10/2023).

KH Syaiful Rohman alias Kyai Uceng Pengasuh Ponpes Ta’allamul Huda mengungkapkan bahwa hukum di Indonesia dibentuk dari 3 dasar hukum, yaitu hukum adat, hukum barat dan hukum syariat.

Namun saat ini yang dominan berlaku di masyarakat dan sistem ketatanegaraan di Indonesia adalah hukum adat dan hukum barat. Sedangkan hukum agama atau hukum syariat justru dijauhkan dari kehidupan masyarakat.

“Hal ini mengingatkan kita pada strategi Christiaan Snouck Hurgronje, sarjana Belanda sekaligus mata-mata kolonial, yang pengaruhnya sangat besar dalam mengukuhkan kolonialisme pada masa penjajahan Belanda atas Indonesia,” ungkap Kyai.

Ia mengungkapkan, Hurgronje merupakan peletak dasar politik kolonial dalam menghadapi perjuangan Islam di Hindia Belanda, bumi pertiwi yang tercinta.

Salah satu saran yang diberikan Hurgronje kepada Pemerintah Kolonial Belanda dalam menghadapi perlawanan rakyat Aceh adalah dengan memecah belah kekuatan yang ada dalam masyarakat Aceh.

Hurgronje menyarankan supaya kaum ulama yang memimpin perlawanan rakyat Aceh harus dihadapi dengan kekuatan senjata. Sebaliknya, kaum bangsawan Aceh dan anak-anaknya diberikan kesempatan seluas-luasnya untuk masuk dalam korps pamong praja pemerintah kolonial.

Strategi tersebut berhasil membuat bangsawan Aceh terikat dengan Belanda dan terpisah dari golongan ulama. Kondisi inilah yang menjadi akar dari terpisahnya agama dan umat Islam dari sistem politik, ketatanegaraan dan pemerintahan di Indonesia.

Hurgronje mengusulkan kepada Pemerintahan Kolonial Belanda supaya menerapkan bahwa hukum yang berlaku bagi masyarakat pribumi adalah hukum adat, bukan hukum agama. Hukum adat dan hukum negara diposisikan lebih tinggi daripada hukum agama (syariat). Strategi ini untuk mengurangi kesetiaan pribumi muslim pada ajaran atau syariat Islam.

Strategi Hurgronje inilah yang secara sistematis berperan menjauhkan masyarakat muslim dari syariat Islam sendiri. Tak hanya itu, pengaruh Hurgronje juga membuat masyarakat muslim, termasuk ulama, merasa alergi sehingga menjauhi politik praktis.

Padahal, menurut Kyai Uceng, jika umat Islam dan ulama menjauhi politik maka sekularisme dan pluralisme, bahkan komunisme, akan semakin mengakar kuat dan merajalela dalam kehidupan masyarakat.

Selain itu, orang-orang yang suka berlaku curang, culas dan menghalalkan segala cara demi meraih kemenangan dan kekuasaan, akan menjadi penguasa dan penentu arah kebijakan pemerintahan di daerah maupun secara nasional.

“Karena itu, untuk mewujudkan Pemilu yang jujur, adil, aman dan damai, serta terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden yang amanah dan berakhlak mulai, demi terwujudnya Indonesia yang lebih baik. Maka umat Islam, khususnya para ulama dan santri, tidak boleh buta politik,” tegas Kyai Uceng.

Para ulama dan santri diharapkan bisa berpartipasi aktif untuk memberikan pendidikan politik bagi masyarakat, supaya masyarakat dapat menentukan pilihan politiknya secara cerdas dan bertanggung jawab.

Ulama dan santri ini, juga diharapkan bisa mengawasi seluruh tahapan pelaksanaan Pemilu, memeriksa kevalidan Data Pemilih Tetap (DPT), mengawal suara para pemilih, serta mengawasi dan melaporkan setiap terjadinya kecurangan yang mungkin dilakukan oleh penyelenggara maupun peserta pemilu. (firs)

- Advertisement -[the_ad_placement id="iklan-diabwah-artikel"]

Berita Selanjutnya

[gs-fb-comments]
- Advertisement -[the_ad_placement id="sidebar-1"]

Juga banyak dibaca