31.7 C
Medan
Jumat, 26 April 2024

Status Pengurusan Izin HGU Laot Bangko Patut Dipertanyakan, Begini Tanggapan Ahli

Menarik untuk dibaca

Redaksi
Redaksihttps://www.akses.co/
Redaktur berita di https://www.akses.co
- Advertisement -[the_ad_placement id="artikel-bawah-judul-diatas-teks"]

SUBULUSSALAM, akses.co – Guru Besar Universitas Andalas (Unand), Sumatera Barat, pakar Hukum Agraria, Prof. Dr. Kurnia Warman, mengatakan bahwa perusahaan perkebunan PT Laot Bangko di dalam proses pengurusan kembali izin Hak Guna Usaha (HGU) patut dipertanyakan.

Menurut alumni S2 dan S3 Universitas Gajah Mada (UGM) ini, kalau dalam hal ini PT Laot Bangko memohonkan izin perpanjangan seyogyanya itu dilakukan dua tahun sebelum berakhir masa izin hak. Permohonan dua tahun sebelum berakhir masa izin HGU itu dilakukan supaya tidak ada kekosongan hukum di dalam pelaksanaan HGU PT Laot Bangko.

“Dua tahun maksudnya untuk menjaga kekosongan hukum. Perpanjangan itu kan konsekuensinya sertifikatnya terbit lagi, itu butuh waktu dua tahun. Kalau misalnya mereka tidak perpanjang dalam jangka dua tahun dari sebelum berakhir haknya, berarti ada waktu yang kosong bagi perusahaan di tanah itu, dan itu berisiko secara hukum,” katanya kepada akses.co melalui sambungan telepon, Minggu (21/2/2021).

Kemudian apakah yang dilakukan pihak perusahaan dalam hal ini PT Laot Bangko mengajukan permohonan baru, menurut Profesor Kurnia dalam konteks ini hal itu dilakukan apabila sudah hapus hak HGU-nya.

“Ada kemungkinan mereka mengajukan permohonan di situ, tapi tidak perpanjangan lagi namanya, mereka harus mengajukan hak baru. Subjek hukumnya sama walaupun dengan nama perusahaan yang sama. Dan ini bukan pembaruan namanya. Beda lagi itu,” ujarnya.

Yang dimaksud dengan pembaruan sebetulnya sama dengan perpanjangan, prosesnya juga sama yakni dua tahun sebelum masa perpanjangan habis. Dalam konteks ini yang dilakukan oleh pemegang HGU adalah izin perpanjangan, karena izin HGU pertama sudah habis, maka pemegang HGU melakukan permohonan perpanjangan paling lama 25 tahun, dan apabila perpanjangan 25 tahun ini habis maka kemudian dilanjutkan pula dengan istilah pembaruan.

“Kalau dalam hal ini PT Laot Bangko tidak bersifat melakukan pembaruan karena baru sekali berakhir HGU-nya, namun, tepatnya adalah permohonan hak baru. Asumsinya begitu, itu diatur lebih rinci di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996,” ungkapnya.

Profesor Kurnia menjelaskan, apabila terdapat pihak perusahaan tidak mengajukan permohonan di masa itu yakni dua tahun sebelum berakhir batas izin yang diberikan maka akibatnya akan terjadi kekosongan hukum selama dua tahun di atas tanah tesebut. Artinya, izin HGU yang lama sudah hapus dan secara hukum pihak perusahaan tidak berhak lagi mengelola segala yang terdapat di tanah itu.

“Di atas tanah bukan haknya karena pasti kosong izinnya, kalau dia sudah hapus HGU-nya baru dia mengajukan permohonan pasti ada waktu yang kosong yang mana secara hukum tidak berhak lagi mengelola. Kan sesungguhnya ada kekosongan hukum di situ maka dia diwajibkan untuk mengurus izin perpanjangan yang seharusnya sudah terbit sertifikatnya,” jelasnya.

Ketika ditanyakan terkait status lahan, tanaman dan bangunan yang terdapat di atas lahan HGU Laot Bangko tersebut, Profesor Kurnia berpendapat bahwa apabila sudah sudah hapus izin HGU-nya maka diwajibkan kepada bekas pemegang HGU untuk membersihkan seluruh benda yang terdapat di atas tanah bekas miliknya itu, dan tanahnya pun jatuh ke tanah negara. Apabila pihak perusahaan tidak membersihkannya maka hal itu akan dilakukan sendiri oleh negara dengan biaya dibebankan kepada bekas pemegang HGU.

“Tapi, jika haknya yang dia atas tanah dihapus itu masih bernilai dan nilai itu diperlukan bagi orang atau pihak berikutnya yang diberi hak oleh negara maka dimungkinkan mereka masih punya hak keperdataan benda di atas tanah itu sepanjang bernilai,” jelasnya.

Lebih lanjut, Profesor Kurnia menambahkan, ada dua hal yang semestinya dipastikan terlebih dahulu, yakni terkait Izin Usaha Perkebunan (IUP) dan HGU apa masih berlaku atau tidak. Secara normatif bahwa IUP itu seumur dengan HGU.

“Normatifnya begitu, sepanjang izin perkebunan perusahaannya belum habis juga, karena HGU itu kan hak mengusahakan jadi tidak lahir tiba-tiba. Biasanya izin usaha perkebunan itu seumur dengan HGU-nya,” terangnya.

Oleh karena itu, jika terdapat melakukan usaha perkebunan tanpa izin maka hal itu melanggar hukum, dan dapat didiskualifikasi bahkan ada ancaman pidana, sebagaimana diatur di dalam Undang-undang Perkebunan dan Undang-undang Pertanahan.

Dugaan di dalam persoalan ini dapat saja ditemukan dua pokok kesalahan, yaitu kesalahan dari sisi Undang-undang Perkebunan, yang mana telah melakukan aktifitas perkebunan tanpa izin, menggarap tanah yang notabene bukan miliknya karena izin HGU-nya telah hapus.

“Kalau BPN (badan pertanahan nasional) masih menerima orang yang tidak mempunyai iktikad baik, menurut hemat saya BPN di situ kurang hati-hati, jadi dengan dia tidak mengajukan permohonan perpanjangan dua tahun sebelum berakhir itu menunjukkan sebetulnya dia bukan perusahaan yang beriktikad baik. Tetapi kalau BPN masih mengajukan permohonan atas nama dia juga, memang tidak ada larangan juga, tetapi secara moral menurut hemat saya tidak menunjukkan iktikad baik,” pungkasnya. (nsa)

- Advertisement -[the_ad_placement id="iklan-diabwah-artikel"]

Berita Selanjutnya

[gs-fb-comments]

Berikan Komentar anda

- Advertisement -[the_ad_placement id="sidebar-1"]

Juga banyak dibaca