26.7 C
Medan
Jumat, 26 April 2024

Kisah Habib Abdullah Bin Alwi Al Hadad

Menarik untuk dibaca

Redaksi
Redaksihttps://www.akses.co/
Redaktur berita di https://www.akses.co
- Advertisement -[the_ad_placement id="artikel-bawah-judul-diatas-teks"]

akses.co – Di masa kecilnya, Habib Abdullah mengerjakan shalat sunnah seratus rakaat setiap harinya setelah pulang dari rumah gurunya di waktu Dhuha. Karena itulah tidaklah mengherankan jika Allah SWT memberinya kedudukan sebagai Wali Al-Quthub sejak usianya masih remaja.

Habib Abdullah bin Alawi Al-Haddad di lahirkan di Syubair di salah satu ujung Kota Tarim di provinsi Hadhramaut-Yaman, 5 Safar 1044 H. Beliau di besarkan di Kota Tarim dan di saat beliau berumur 4 tahun, beliau terkena penyakit cacar sehingga menyebabkan kedua mata beliau tidak dapat melihat.

Meskipun kedua mata beliau tidak dapat melihat sejak usia dini, beliau tetap tidak memutuskan gairahnya untuk menuntut ilmu-ilmu agama dan mengisi masa kecilnya dengan berbagai macam ibadah dan bertaqarrub kepada Allah SWT. Sehingga mulai dari sejak usia dini, hidupnya sangat berkah dan berguna. Ayah beliau, al-Habib Alawi bin Muhammad al-Haddad berkata: “Sebelum aku menikah, aku berkunjung kerumah al-’Arif Billah al-Habib Ahmad bin Muhammad al-Habsyi di Kota Syi’ib untuk meminta do’a. Lalu Habib Ahmad menjawab “Awlaaduka Awlaadunaa Fiihim Albarakah” yang artinya: putera-puteramu termasuk juga putera-putera kami, pada mereka terdapat berkah.

Selanjutnya, Habib Alawi merasa tidak mengerti arti ucapan Habib Ahmad itu. Sampai setelah lahir putranya, Abdullah dan berbagai tanda-tanda kewalian dan kejeniusannya. Semenjak kecil Abdullah Al-Haddad telah termotivasi untuk menimba ilmu dan gemar beribadah. Tentang masa kecilnya, Habib Abdullah berkata. “Jika aku kembali dari tempat belajarku pada waktu Dhuha, maka aku mendatangi sejumlah masjid untuk melakukan shalat sunnah seratus rakaat setiap harinya,” ucapnya.

Kemudian untuk mengetahui betapa besar kemauan beliau untuk beribadah di masa kecilnya, Habib Abdullah menuturkannya, “Di masa kecilku, aku sangat gemar dan bersungguh-sungguh dalam ibadah dan mujahadah sampai nenekku seorang wanita shalihah yang bernama asy-Syarifah Salma binti al-Habib Umar bin Ahmad al-Manfar Ba’alawi berkata, wahai anak kasihanilah dirimu,” jelasnya. Kalimat itu diucapkan karena merasa kasihan kepadaku ketika melihat kesungguhanku dalam ibadah dan bermujahadah.

 

Seorang sahabat dekat Abdullah berkata ketika dirinya berkunjung kerumah Habib Abdullah bin Ahmad Bilfagih, dirinya bercerita, sesungguhnya dia dan Habib Abdullah Al Haddad tumbuh bersama. Namun, Allah SWT memberinya kelebihan lebih dari kami. Yang sedemikian itu, kami lihat hidup Habib Abdullah sejak masa kecilnya telah mempunyai kelebihan tersendiri, yaitu ketika dia membaca Surat Yasiin, maka ia sangat terpengaruh dan menangis sejadi-jadinya. Sehingga dia tidak dapat menyelesaikan bacaan surat yang mulia itu, maka dari kejadian itu dapat kami maklumi bahwa Habib Abdullah telah diberi kelebihan tersendiri sejak di masa kecilnya.

Al-Habib Abdullah juga sering berziarah kubur pada Jum’at sore setelah melakukan Shalat Ashar di Masjid Al Hujairah. Selain itu, Habib Abdullah sering berziarah kubur pada Hari Selasa sore. Setelah usianya semakin lanjut dan kekuatannya semakin menurun, maka Habib Abdullah tidak berziarah pada Jum’at dan Selasa seperti biasanya, adakalanya beliau berziarah pada Sabtu dan hari-hari lainnya sebelum matahari naik. Bahkan aulia ini kerap membaca wirid Laa Ilaaha Illallah sebanyak 1000 kali setiap hari dan 2000 kali setiap hari selama Ramadhan. Beliau menyempurnakannya sebanyak tujuh puluh ribu kali pada waktu enam hari pada Syawal. Selain itu, beliau mengucapkan “LAA ILAAHA ILLALLAH AL-MALIKUL HAQQUL MUBIIN” sebanyak seratus kali setelah Shalat Dzuhur. Bahkan, beliau sering melakukan shalat al-Awwabin sebanyak dua puluh rakaat.

Al-Habib Abdullah sering berpuasa sunnah, khususnya pada hari-hari yang dianjurkan, seperti Senin dan Kamis, hari-hari putih (ayyamul baidh), Hari Asyura, Hari Arafah, enam hari di Syawal dan lain sebagainya sampai di masa senjanya. Beliau selalu menyembunyikan berbagai macam ibadah dan mujahadahnya. Beliau tidak ingin memperlihatkannya kepada orang lain, kecuali untuk memberikan contoh kepada orang lain. Selain di kenal sebagai ahli ibadah dan mujahadah, al-Habib Abdullah juga dikenal seorang yang istiqomah dalam ibadah dan mujahadahnya seperti yang dilakukan Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Habib Ahmad An Naqli berkata, Habib Abdullah adalah seorang yang sangat istiqamah dalam mengikuti semua jejak kakeknya, Rasulullah SAW.

Dirinya juga pernah berkata, dirinya telah mengamalkan semua jejak Nabi Muhammad SAW dan tidak meninggalkan sedikitpun daripadanya, kecuali hanya memanjangkan rambut sampai di bawah ujung telinga. Sebab, Nabi SAW memanjangkan rambutnya sampai di bawah ujung kedua telinganya.

Terkait kesabaran Habib Abdullah bin Alawi Haddad, sejak masa kecil beliau sudah mengalami berbagai cobaan, diantaranya adalah ketika ia menderita penyakit cacar sampai kedua matanya tidak dapat melihat. Meskipun begitu, ia rajin mencari ilmu dan beribadah di masa kecilnya, hingga melakukan shalat sunnah seratus rakaat setiap paginya hingga Waktu Dzuhur tiba. Disebutkan bahwa ia selalu menyembunyikan berbagai cobaan yang dideritanya, sampai di akhir usianya. Dalam masalah ini beliau berkata kepada seorang kawan dekatnya tentang penyakit demam ditubuhnya sudah ada sejak lima belas tahun yang lalu dan hingga kini masih belum meninggalkan  dirinya. Meskipun demikian tidak seorangpun yang mengetahui penyakitku ini, sampaipun keluargaku sendiri.

“Tentang Tarekat al-Ba’alawi

Habib Abdullah mengatakan tarekat dirinya adalah mengikuti tuntunan Al-Qur’an, sunnah dan mengikuti jejak para salafunas shalihin di segala bidangnya. Dirinya tidak mengikuti tuntunan, kecuali tuntunan Allah SWT, tuntunan rasul-Nya dan jejak al-Faqih al-Muqaddam. Tarekat orang-orang yang menuju kepada Allah SWT dan kami tidak membutuhkan tarekat selain tarekat ini. Para sesepuh kami al-Ba’alawi telah menetapkan sejumlah petunjuk bagi dirinya dan dirinya tidak akan mengikuti petunjuk lain yang bertentangan dengan petunjuk mereka. Dalam sejarah disebutkan, bahwa beliau mendapat kedudukan Wali al-Quthub lebih dari 60 tahun. Beliau menerima libas atau pakaian kewalian dari Al-Arif Billah al-Habib Muhammad bin Alawi (Shahib Makkah). Beliau menerima libas tersebut tepat ketika Al-Habib Muhammad bin Alawi wafat di kota Makkah pada 1070 H. Beliau menjadi wali quthub di usia 26 tahun. Kedudukan Wali al-Quthub itu beliau sandang hingga beliau wafat (1132 H). Jadi beliau menjadi Wali al-Quthub lebih dari ’60 Tahun.

Beliau belajar agama pada ulama –ulama di zaman itu seperti Habib Umar bin Abdurrahman Al-Attas, Al Habib Al-Allamah Agil bin Abdurrahman As-Segaf, Al-Habib Al-’Allamah Abdurrahman bin Syeikh Aidid, Al-Habib Al-’Allamah Sahl bin Ahmad Bahsin Al-Hudayli Ba’alawi, dan lainnya. Sedang murid –murid beliau

Al-Habib Hasan bin Abdullah Al-Haddad (putera beliau sendiri), Al-Habib Ahmad bin Zain Al-Habsyi, Al-Habib Abdurrahman bin Abdullah Bilfaqih, Al-Habib Umar bin Zain bin Smith, Al-Habib Muhammad bin Zain bin Smith, Al-Habib Umar bin Abdurrahman Al-Bar, Al-Habib Ali bin Abdullah bin Abdurrahman As-Segaf, Al-Habib Muhammad bin Umar bin Thoha Ash-Shafi As-Segaf, dan lainnya.

Karya – karyanya adalah Risalah Adab as-Suluk al-Murid, ar-Risalatul al-Mu’awanah, an-Nafaais al-’Ulwiyah Fi al-Masailis as-Sufiyah, Sabiilul Iddikar, al-Ithaaf as-Saail, at-Tatsbiitul Fuaad, ad-Da’wah at-Taamah, an-Nasaih ad-Diiniyah, dan masih banyak lagi lainnya. Selain itu wirid yang beliau susun yang terkenal Ratib Al-Haddad. Ratib ini disusun beliau pada malam Lailatul Qadr tahun 1071 H. Beliau wafat hari Senin Malam, 7 Dzulqa’dah 1132 H. dimakamkan di pemakaman Zambal di Kota Tarim-Hadhramaut-Yaman.

- Advertisement -[the_ad_placement id="iklan-diabwah-artikel"]

Berita Selanjutnya

[gs-fb-comments]

1 KOMENTAR

Berikan Komentar anda

- Advertisement -[the_ad_placement id="sidebar-1"]

Juga banyak dibaca