31 C
Medan
Selasa, 14 Mei 2024

Blunder Djarot Juga Jadi Penyebab Djoss Kalah Telak

Menarik untuk dibaca

Redaksi
Redaksihttps://www.akses.co/
Redaktur berita di https://www.akses.co
- Advertisement -[the_ad_placement id="artikel-bawah-judul-diatas-teks"]

akses.co – Setelah kalah telak di Pilgub DKI Jakarta 2017, Djarot Saiful Hidayat yang berpasangan dengan Sihar Sitorus di Pilgub Sumut 2018 kembali kalah telak.

Berdasarkan hasil quick count seluruh lembaga survei, Djarot Saiful-Sihar Sitorus kalah dengan rentang 15-18 persen dari Edy Rahmayadi-Musa Rajekshah.

“Secara langkah politik Djarot kurang waktu dan gagal mengefektifkan kerja politiknya di sini,” kata pengamat politik Faisal Riza saat diwawancarai RMOL Sumut, Jumat (29/6).

Faisal Riza yang juga merupakan akademisi UIN SU itu menjelaskan, kekalahan Djarot juga disebabkan oleh kesalahan dari dirinya sendiri.

“Kemunculannya ke publik sumut perlahan sebenarnya mulai meyakinkan dengan tema-tema yang penting dan dibutuhkan rakyat tetapi pengelolaan beberapa isu kemudian menghasilkan blunder,” ujarnya.

Setidaknya, lanjut Faisal Riza, terdapat dua blunder besar yang menyebabkan Djarot kalah telak di Pilgub keduanya.

“Misalnya, ketika kasus dia menunjukkan KTP Medan. Ini gagal dijelaskan bahwa dia melakukan proses yang transparan dalam pengurusan KTP-nya,” jelas Faisal Riza.

“Blunder kedua adalah kasus penolakan kehadiran Ustadz Abdul Somad yang diidentifikasi publik sebagai aksi yang kontra-produktif terhadap kerja-kerja Djarot seperti, komunikasi terhadap masyarakat Islam dan komunitas etnis,” imbuhnya.

Selain itu, Djarot juga tidak mampu memaksimalkan kerja-kerja politik di wilayah Pantai Timur, dimana wilayah tersebut menjadi salah satu kantung suara terbesar di Pilgub Sumut 2018.

“Penetrasi politik Djarot di Pantai Timur kurang efektif termasuk di komunitas Islam dan etnis mayoritas. Jadi profilnya dianggap publik tidak representative,” ungkapnya.

Begitu pun untuk kantung suara Islam, pendekatan yang dilakukan oleh Djarot dan timnya tidak efektif.

“Saya melihat figur Djarot sebenarnya di awal bisa diterima, toh dia Muslim. Tetapi, pengelolaan program kerja yang mengarah ke target kantong suara Islam tidak lebih efektif ketimbang kompetitornya,” tandasnya. (rel)

- Advertisement -[the_ad_placement id="iklan-diabwah-artikel"]

Berita Selanjutnya

[gs-fb-comments]

Berikan Komentar anda

- Advertisement -[the_ad_placement id="sidebar-1"]

Juga banyak dibaca