akses.co – Banyak korban genosida Rohingya di Myanmar adalah anak-anak usia sekolah. Kondisi ini menunjukkan pendidikan internasional telah gagal menebarkan nilai-nilai kedamaian dan kenyamanan.
Maslathif Dwi Purnomo, Direktur Eksekutif Bidang Pendidikan PATRON; For Training, Research, Networking and Development, mengatakan, PBB melalui Organisasi Pendidikan, Keilmuan dan Kebudayaan Dunia (UNESCO) harus segera mengambil tindakan dengan menekan Presiden Myanmar untuj segera menghentikan Genosida yang terjadi dan memulihkan kembali traumatisme anak2 usia sekolah dengan memberikan pendampingan khusus (konseling)
“UNESCO harus menurunkan relawan internasional guna memberi pendampingan khusus kepada korban usia Sekolah guna menurunkan tensi stress yang terjadi pada mereka,” kata Maslathif, Senin (4/9/2017).
Menurut Maslathif, yang juga dosen Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FITK) UINSU ini, dengan alasan apapun, genosida bertentangan dengan nilai akademis dan bisa berdampak traumatis psikologis yang berkepanjangan. “Sehingga ini ke depannya jika dibiarkan, akan memicu dekadensi moral dunia,” pungkasnya.
Sementara, Direktur Eksekutif Bidang Politik PATRON; For Training, Research, Networking and Development, Faisal Riza mengatakan, dibutuhkan sikap politik yang tegas dari Indonesia menyikapi tragedi kemanusiaan di Myanmar.
Menurut dosen sosial politik Universitas Islam Negeri (UIN) Sumut ini, sikap itu termasuk megevaluasi hubungan diplomatik antara Indonesia dengan Myanmar. Sebelumnya Faisal menuturkan, Indonesia harus memainkan peran politik luar negeri yang bebas aktif. Menggalang dukungan dari negara-negara tetangga se Asia Tenggara adalah langkah yang tepat.
“Tekan pemerintah Myanmar untuk menghentikan genosida terhadap Rohingya,” pungkas Faisal.
Indonesia, sambung dia, bisa menjadi juru damai dalam konflik tersebut, karena dinilai cukup berpengalaman. “Karena berpengalaman dalam mengatasi konflik dalam negeri secara elegan,” katanya. (rur)